Wednesday, February 8, 2012

ANGKA-ANGKA


Bagai kunang-kunang, angka-angka itu berputar di kepala. Sesaat kemudian menjelma menjadi sebuah pita film horor yang mencekam, ditayangkan di sebuah goa bawah tanah dan nantinya akan menjadi liang kubur bagi yang tidak kuat mencernanya. Membuat giris. Penambahan, pengurangan, perkalian, pembagian. Aaaargh..., muak rasanya melihat dunia seperti dijajah olehnya...


Mengapa angka-angka itu harus diciptakan, Tuhan…?? Jika angka-angka itu hanya memancing perpecahan dan keserakahan…?? Manusia menjadi sibuk karenanya, lupa akan nurani hanya untuk memperebutkan angka-angka itu. Seperti serigala-serigala lapar yang liurnya sampai menetes melihat mangsa dan kemudian saling jegal sana-sini agar bisa mendapatkan bagian yang lebih banyak dari yang lainnya. Ada yang kemudian bahkan saling bunuh. Tak kenal lagi saudara atau pertalian darah. Bahkan rasapun pada akhirnya terkotori oleh angka-angka yang kerjanya hanya mengacaukan otak saja. Cinta, bisa hilang ternodai oleh niat buruk karenanya. Hubungan baik rusak dan hancur gara-gara yang satu ingin mengangkangi aset yang digitnya lebih besar daripada yang lainnya, sehingga pihak yang satu lagi merasa ada ketidakadilan dan menjadi emosi lalu membawanya ke meja hijau, seperti anak kecil yang berteriak-teriak berebut sepotong kue. Ada yang hendak bunuh diri karena putus asa saldo di rekeningnya nol sementara tanggungan angka-angka yang harus dibayarkan membuat kepala serasa terjengkang ke belakang. Lalu perempuan-perempuanpun banyak yang menjadi tuan bagi suami-suami yang kerja rodi siang malam, setelah itu diperlakukan bagai sapi perah agar menghasilkan pundi-pundi angka bagi kesenangan dirinya sendiri, tanpa mau peduli si sapi makan apa hari itu, apakah cukup gizinya dan bagaimana kesehatannya. Gila..., tidak adakah yang melintas di kepala selain itu...?? Untuk berbuat baik dan bertegur sapa saja sebagian orang masih mempertimbangkan angka-angka ini. Menguntungkan atau tidak. Bukan lagi mempertimbangkan silaturahmi.

Hahaaa... Sekarangpun aku sedang tertawa terbahak-bahak. Melihat beberapa orang sedang bertengkar hebat di depan sana. Pemandangan yang sungguh kocak. Sebuah keluarga yang asyik memperdebatkan masalah warisan. Pembagian yang tidak rata dan dirasa tidak adil oleh salah satu pihak. Sementara di satu sudut ada seorang perempuan yang sedang menangis tersedu-sedu karena hasil hitung-hitungannya salah letak sehingga mengalami defisit yang sangat parah dan menimbulkan hutang setinggi gunung, tanpa tahu lagi harus membayarnya dengan apa. Belum habis tertawaku, tiba-tiba telepon genggamku berdering. Suara seorang sahabatku yang terisak, menceritakan kekesalannya karena saat liburanpun suaminya tak henti-hentinya mengeluarkan kalkulator untuk menghitung angka-angka yang mereka keluarkan, sehingga kebahagiaan yang ia bayangkan setelah sekian tahun perkawinan tanpa sekalipun rekreasi dari awal mereka bersama, menjadi buyar karena yang ada mereka akhirnya justru memindahkan arena pertarungan mulut yang biasanya ada di kamar mereka ke sebuah bungalow di salah satu kawasan wisata. Sungguh sebuah kenyataan yang menggelikan sekaligus mengenaskan, saat aku sadar bahwa angka-angka yang harusnya bisa menjadi air kehidupan justru berubah menjadi api yang siap memberangus diri hingga habis tak bersisa. Menjadi seonggok debu yang kemudian lenyap tersapu badai.

Dan akupun tiba-tiba termangu. Teringat kondisiku sendiri. Kucari tasku, mengambil dompet dan mengintip isinya. Senyumku pun mengembang. Lumayanlah, sampai beberapa hari ke depan aku tak perlu risau oleh angka-angka itu, sehingga akupun kembali merasa aman. Terima kasih, Tuhan... Paling tidak, aku bersyukur kepalaku tidak harus meledak hari ini karena terlalu penuh memusingkan angka-angka itu.



..andai saja angka-angka itu tidak pernah ada..



Gambar diambil dari SINI

No comments: