Thursday, March 15, 2012

SALAM UNTUK KEMATIAN


Kepada kematian yang semakin mendekat
Kuucap salam
Dan tolong, tunda dulu ajak aku berangkat
Usai bisa kuhapus jelaga yang menghitam


Ruang Sunyi, 15 Maret 2011
..happy birthday to me..

Ilustrasi Musik : Jodhi Yudono 
Puisi yang Dimusikalisasikan : Doa - Chairil Anwar

Thursday, March 1, 2012

BINTANG DALAM SEBUAH HATI


Hari ini menjadi hari yang penuh emosi. Segala rasa bercampur aduk dalam dada, amati tiap kejadian yang terihat di mata. Marah, sedih, bingung, senang, gemas, kecewa, bahagia. Semua seakan berlomba, bergantian mengisi hati, hingga akhirnya mencapai titik kulminasi dan menjadi datar. Hambar. Gamang. Berujung pada kematian rasa. Dingin. Memadat. Beku. 

Serasa ada godam berkali-kali pukuli kepala. Serasa ada belati yang mengoyak-ngoyak hati. Serasa ada suntikan jarum menyedot darah hingga ke sumsum. Sakit..?? Lemas..?? Tidak..!! Terlalu terbiasa alami ini. Hingga akhirnya hanya tinggal tawa sumbang terdengar dari mulutnya, di sela teriakan kecil seiring tangisan yang sempat tlah tak terbendung lagi. 

Nanar, mata redup itu memandang tak tentu arah. Entah apa yang dicari. Mungkin coba temukan jawaban, atas segala pertanyaan yang menyeruak di kepala. Sia-sia. Hanya diam, tak ada suara yang terdengar. Ditatapnya langit. Gelap. Hitam pekat. Tak ada satupun bintang yang bersinar, seperti ditelan oleh kelamnya malam. Pertandakah matinya segala asa dan angan..?? 

Wajah muram tanpa ekspresi itu menggelengkan kepalanya berkali-kali. Tak mau biarkan mimpi-mimpi yang terangkai indah dan sudah ia susun dengan terprogram rapi menjadi tak berarti. Lalu tiba-tiba ia tersadar akan kesalahannya. Fatal, kesalahan itu. 

Begitu sibuknya ia melihat dunia luar, yang kasat mata terlihat penuh warna dan corak. Namun sebenarnya, saat ia amati dengan seksama, semuanya itu hanya kosong. Polos. Seperti kertas putih tanpa tulisan. Bagai ruang hampa, tanpa udara. 

Tersenyum dia akhirnya. Mulai mengerti ke mana ia harus mencari. Bukan di luar, namun di dalam. Matanya kemudian terpejam. Coba selami hingga ke dasar. Selang beberapa waktu kemudian iapun terpingkal-pingkal sendirian, menyadari betapa tololnya ia selama ini. Ternyata tak perlu terlalu jauh untuk mencari penerang jiwa. Sebab, di ujung perenungannya kini ia baru mengerti, jika cahaya itu ternyata sudah ia miliki sejak dini. Cahaya bintang. Bukan di langit, yang membuatnya tengadah menerawang. Namun di sini, di bilik hatinya sendiri.

Dan tiba-tiba petirpun menggelegar. Langit seperti mengiyakan. Disusul dengan hujan besar. Waktu  yang menurut firman sangat tepat bagi diijabahnya segala pengharapan.


..dini hari..di duapertiga malam..